Pemandangan Positif di bulan Ramadhan
Hari pertama puasa Ramadhan 1439
H telah terlewati. Alias hari pertama telah hilang. Hilang ditelan gelapnya
malam Ramadhan menjelang puasa hari kedua.
Hari pertama puasa sungguh
membuat kita merasakan banyak hal yang berbeda. Setiap kali adzan berkumandang,
orang sudah berbondong-bondong mengantre untuk berwudhu. Semua masjid dan
mushola akan penuh oleh jamaah setiap shalat lima waktu tiba. Di setiap sudut
kota maupun desa. Terlebih lagi untuk shalat Maghrib dan Isya’, kalau datang beberapa
detik menjelang iqomat, alamat shalat di emperan masjid atau mushola, bahkan
bisa jadi tidak akan mendapat shaf.
Selepas shalat Dzuhur, di tiap
mushola kantor biasanya ada kultum. Seperti di kantor tempat saya bekerja, pun
selama Ramadhan ada jadwal kultum (kuliah tujuh menit). Semua
perkantoran suasananya akan terasa kental dengan nuansa Islami.
Lantunan ayat suci Al-Quran akan
sering kita dengar di masjid-masjid. Terutama seusai shalat lima waktu. Bahkan
tidak hanya di masjid-masjid, mungkin di kantor-kantor pun pemandangan ini akan
kita temui di Ramadhan ini. Dan semua kebaikan-kebaikan Ramadhan, akan menjadi
pemandangan yang menyejukkan bagi siapapun. Ramadhan bulan yang damai.
Namun, apakah hanya
pemandangan-pemandangan diatas saja yang kita temui di bulan Ramadhan?
Adakah pemandangan lain yang
turut berubah atau muncul seiring datangnya bulan Ramadhan?
Kita akan menjawab dengan yakin,
“Banyak!”
Yang saya maksud adalah
pemandangan negatif selama Ramadhan di sekitar kita. Kalau pemandangan positif,
beberapa contohnya sudah diuraikan diatas. Perubahan positif di bulan Ramadhan,
bukan hanya terkait ritual ibadah yang meningkat, namun aktivitas-aktivitas
keseharian akan berubah menjadi positif.
Ngabuburit dengan Pacaran
Jadi begini, saya ingin bercerita
sedikit.
Lokasi kantor saya berada di
daerah Kemang, salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor. Tepatnya di desa
Jampang. Sedangkan domisili saya di desa Cibanteng, salah satu desa di
kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor. Waktu tempuh normal (jika tidak macet) dari
rumah ke kantor kurang lebih 40-45 menit, dengan kecepatan rata-rata 40-60
km/jam. Untuk sampai di kantor, saya dan teman sekomplek yang juga satu kantor
biasa mengambil rute berikut: rumah (Cibanteng)-Pasar Ciampea
Lama-Nagrog-Telaga Kahuripan-kantor. Rute pulang pun sama, tinggal dibalik
saja.
Kemarin, di hari pertama puasa, hari
Kamis, saya dalam perjalanan pulang dari kantor. Pukul 16.10 kira-kira saya
keluar dari gerbang kantor. Kuda besi saya kendarai pelan, karena tak lama lagi
di depan saya harus ambil belok kanan menuju gerbang Telaga Kahuripan.
Belum juga saya masuk lebih dalam
ke komplek Telaga Kahuripan, segerombolan muda-mudi menggeber roda duanya dengan suara knalpot yang memekakkan telinga.
Sontak, saya kaget seketika. Jantung saya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Mata saya ikut berhati-hati, berupaya memandu tangan kanan dan kiri agar
mengambil ruas jalan yang aman, supaya tidak terserempet, atau tertabrak. Peristiwa
pertama yang saya temui dalam perjalanan pulang hari itu.
Saat itu juga, sepanjang jalan
tak henti-hentinya saya melihat sekeliling jalan dengan seksama. Berjaga-jaga
dan berhati-hati, sambil mengendarai motor bebek yang telah membersamai 6 tahun
lamanya.
Duh. Miris. Hanya bisa mengelus
dada. Menarik napas dalam-dalam. Sambil berucap istighfar. Ada apa gerangan???
Sepanjang jalan dari gerbang
Telaga Kahuripan sampai keluar Telaga kahuripan, berpuluh pasang remaja
laki-laki dan perempuan usia SMP dan SMA berboncengan naik motor. Tak sedikit
si perempuan memeluk si laki-laki dengan mesranya. Beberapa di antaranya
memarkir motor di sepanjang jalan area Danau Cilala-Telaga Kahuripan.
Pemiliknya, asyik berduaan dengan pasangannya. Ini peristiwa dan pemandangan
kedua yang saya temui.
Ah, itu mungkin suami-istri? Hey,
dari tampilan fisik kita bisa menyimpulkan dengan gampang kok! Mana yang
suami-istri, mana yang bukan suami-istri. Kita sekilas saja bisa tahu dia anak
usia SMP atau SMA, ya kan?
Ah, julid kamu mas! Hehehe, jujur saya baru tahu semalam arti kata julid, dari situs KapanLagi.Com.
Singkatnya julid diartikan iri hati atau dengki.
Kata yang dipopulerkan oleh Syahrini ini sebenarnya beberapa kali
saya lihat di status facebook teman saya. Ada juga teman yang beberapa kali bilang
pas mengobrol. Secara pribadi, saya kurang setuju jika ada yang mengatai julid
kepada orang yang resah dan gelisah dengan hal-hal buruk atau negatif yang
sedang merebak di sekitar kita. Misalnya, narkoba sedang jadi tren anak muda,
ada yang tidak suka dengan hal ini, lantas ia mengekspresikan ketidaksukaannya
lewat tulisan atau status di sosial media. Menurut saya itu bukan julid. Tapi
itu catatan kritis atas kondisi anak muda yang harus kita benahi bersama. Terlepas
bahasa yang disampaikan mungkin sedikit offside, tapi semangatnya ingin
mengubah hal negatif tersebut. Terlebih lagi jika sudah menyasar hal-hal yang
prinsip. Oh iya, jadi seperti halnya yang resah dengan merebaknya narkoba pada
anak muda sebetulnya bukan julid, maka resah terhadap pacaran
yang menjangkiti anak muda pun bukan julid namanya. Itu. Ngomong-ngomong,
kenapa jadi bahas julid ya? Oke, kembali ke topik.
Inti yang bilang adalah ada
pemandangan negatif yang terjadi di bulan Ramadhan. Salah satunya adalah pacaran
di sore hari menjelang berbuka puasa. Orang bilang “Ngabuburit”.
“Memangnya
ngabuburit itu salah, Mas?”
No. Enggak salah. Yang saya
soroti pacarannya. Ngabuburit dengan pacaran.
“Memang, pacaran itu salah?”
Kira-kira salah nggak?
Lebih jauh lagi, “Pacaran
itu dosa nggak?”
Coba tanya ke hati kita
masing-masing. Tanya sebenar-benarnya. Mari kita jujur dengan diri sendiri.
(Bersambung ke bagian 2)
1 comments:
Ngga boleh donks,, lagian ngapain peluk-pelukan bulan puasa,, suami istri aja klo bulan puasa jaga jarak..
Post a Comment