Pacaran di Bulan Ramadhan, Bolehkah? (Bagian 1)



Pemandangan Positif di bulan Ramadhan

Hari pertama puasa Ramadhan 1439 H telah terlewati. Alias hari pertama telah hilang. Hilang ditelan gelapnya malam Ramadhan menjelang puasa hari kedua. 

Hari pertama puasa sungguh membuat kita merasakan banyak hal yang berbeda. Setiap kali adzan berkumandang, orang sudah berbondong-bondong mengantre untuk berwudhu. Semua masjid dan mushola akan penuh oleh jamaah setiap shalat lima waktu tiba. Di setiap sudut kota maupun desa. Terlebih lagi untuk shalat Maghrib dan Isya’, kalau datang beberapa detik menjelang iqomat, alamat shalat di emperan masjid atau mushola, bahkan bisa jadi tidak akan mendapat shaf.

Selepas shalat Dzuhur, di tiap mushola kantor biasanya ada kultum. Seperti di kantor tempat saya bekerja, pun selama Ramadhan ada jadwal kultum (kuliah tujuh menit). Semua perkantoran suasananya akan terasa kental dengan nuansa Islami. 

Lantunan ayat suci Al-Quran akan sering kita dengar di masjid-masjid. Terutama seusai shalat lima waktu. Bahkan tidak hanya di masjid-masjid, mungkin di kantor-kantor pun pemandangan ini akan kita temui di Ramadhan ini. Dan semua kebaikan-kebaikan Ramadhan, akan menjadi pemandangan yang menyejukkan bagi siapapun. Ramadhan bulan yang damai.

Namun, apakah hanya pemandangan-pemandangan diatas saja yang kita temui di bulan Ramadhan?
Adakah pemandangan lain yang turut berubah atau muncul seiring datangnya bulan Ramadhan?
Kita akan menjawab dengan yakin, “Banyak!”

Yang saya maksud adalah pemandangan negatif selama Ramadhan di sekitar kita. Kalau pemandangan positif, beberapa contohnya sudah diuraikan diatas. Perubahan positif di bulan Ramadhan, bukan hanya terkait ritual ibadah yang meningkat, namun aktivitas-aktivitas keseharian akan berubah menjadi positif.

Ngabuburit dengan Pacaran

Jadi begini, saya ingin bercerita sedikit.
Lokasi kantor saya berada di daerah Kemang, salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor. Tepatnya di desa Jampang. Sedangkan domisili saya di desa Cibanteng, salah satu desa di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor. Waktu tempuh normal (jika tidak macet) dari rumah ke kantor kurang lebih 40-45 menit, dengan kecepatan rata-rata 40-60 km/jam. Untuk sampai di kantor, saya dan teman sekomplek yang juga satu kantor biasa mengambil rute berikut: rumah (Cibanteng)-Pasar Ciampea Lama-Nagrog-Telaga Kahuripan-kantor. Rute pulang pun sama, tinggal dibalik saja.

Kemarin, di hari pertama puasa, hari Kamis, saya dalam perjalanan pulang dari kantor. Pukul 16.10 kira-kira saya keluar dari gerbang kantor. Kuda besi saya kendarai pelan, karena tak lama lagi di depan saya harus ambil belok kanan menuju gerbang Telaga Kahuripan.

Belum juga saya masuk lebih dalam ke komplek Telaga Kahuripan, segerombolan muda-mudi menggeber roda duanya dengan suara knalpot yang memekakkan telinga. Sontak, saya kaget seketika. Jantung saya berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Mata saya ikut berhati-hati, berupaya memandu tangan kanan dan kiri agar mengambil ruas jalan yang aman, supaya tidak terserempet, atau tertabrak. Peristiwa pertama yang saya temui dalam perjalanan pulang hari itu.

motor ngebut
Saat itu juga, sepanjang jalan tak henti-hentinya saya melihat sekeliling jalan dengan seksama. Berjaga-jaga dan berhati-hati, sambil mengendarai motor bebek yang telah membersamai 6 tahun lamanya.

Duh. Miris. Hanya bisa mengelus dada. Menarik napas dalam-dalam. Sambil berucap istighfar. Ada apa gerangan???

Sepanjang jalan dari gerbang Telaga Kahuripan sampai keluar Telaga kahuripan, berpuluh pasang remaja laki-laki dan perempuan usia SMP dan SMA berboncengan naik motor. Tak sedikit si perempuan memeluk si laki-laki dengan mesranya. Beberapa di antaranya memarkir motor di sepanjang jalan area Danau Cilala-Telaga Kahuripan. Pemiliknya, asyik berduaan dengan pasangannya. Ini peristiwa dan pemandangan kedua yang saya temui.

Ah, itu mungkin suami-istri? Hey, dari tampilan fisik kita bisa menyimpulkan dengan gampang kok! Mana yang suami-istri, mana yang bukan suami-istri. Kita sekilas saja bisa tahu dia anak usia SMP atau SMA, ya kan?

Ah, julid kamu mas! Hehehe, jujur saya baru tahu semalam arti kata julid, dari situs KapanLagi.Com. Singkatnya julid diartikan iri hati atau dengki.  

Kata yang dipopulerkan oleh Syahrini ini sebenarnya beberapa kali saya lihat di status facebook teman saya. Ada juga teman yang beberapa kali bilang pas mengobrol. Secara pribadi, saya kurang setuju jika ada yang mengatai julid kepada orang yang resah dan gelisah dengan hal-hal buruk atau negatif yang sedang merebak di sekitar kita. Misalnya, narkoba sedang jadi tren anak muda, ada yang tidak suka dengan hal ini, lantas ia mengekspresikan ketidaksukaannya lewat tulisan atau status di sosial media. Menurut saya itu bukan julid. Tapi itu catatan kritis atas kondisi anak muda yang harus kita benahi bersama. Terlepas bahasa yang disampaikan mungkin sedikit offside, tapi semangatnya ingin mengubah hal negatif tersebut. Terlebih lagi jika sudah menyasar hal-hal yang prinsip. Oh iya, jadi seperti halnya yang resah dengan merebaknya narkoba pada anak muda sebetulnya bukan julid, maka resah terhadap pacaran yang menjangkiti anak muda pun bukan julid namanya. Itu. Ngomong-ngomong, kenapa jadi bahas julid ya? Oke, kembali ke topik.

Inti yang bilang adalah ada pemandangan negatif yang terjadi di bulan Ramadhan. Salah satunya adalah pacaran di sore hari menjelang berbuka puasa. Orang bilang “Ngabuburit”. 

Memangnya ngabuburit itu salah, Mas?”
No. Enggak salah. Yang saya soroti pacarannya. Ngabuburit dengan pacaran.

Memang, pacaran itu salah?” 
Kira-kira salah nggak?

Lebih jauh lagi, “Pacaran itu dosa nggak?”

Coba tanya ke hati kita masing-masing. Tanya sebenar-benarnya. Mari kita jujur dengan diri sendiri.
(Bersambung ke bagian 2)
Share on Google Plus

About Muhamad Saepudin

Saya hanyalah seorang penikmat blog dan pembelajar kehidupan. Semoga pembelajaran kehidupanku bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca dan belajar dari kehidupan.

1 comments:

sisi lain young engineer said...

Ngga boleh donks,, lagian ngapain peluk-pelukan bulan puasa,, suami istri aja klo bulan puasa jaga jarak..