Aku benci menjadi besar...
Besar itu racun.
Indahnya kalau kita terus merasa kecil.
Bukan kecil dalam makna kerdil jiwanya.
Tapi kecil karena kita tahu lebih banyak disekitar kita yang
lebih besar.
Besar jiwanya..
Besar amalnya..
Besar karyanya..
Besar ilmunya...
Besar dan merekapun membesarkan orangorang
disekitarnya. Besar dan mereka terus ingin menjadi besar.
Dan yang penting adalah ada yang lebih besar dari itu semua.
Aku sangat tidak suka menjadi besar.
Mulai ridho dengan amal
Mulai cukup ilmunya.
Mulai senang bersantai.
Mulai senang dianggap besar.
Karena pada saat itu sebenarnya aku sedang sangat rapuh
Tergerogoti oleh perasaan puas.
Puas..? Bolehkah kalau aku mengatakan tidak boleh ada kata
puas di dunia ini. Aku sangat membenci kata itu. Walau aku
sadar, akarnya masih kuat menancap menjadi karakter iblis
yang belum bisa hilang.
Coret aja dia dari semua kamus, atau buku. Bakar aja dia dari
catatan. Dari semua ingatan dan ucapan.
Kata itu meracuni. Pada saat kata itu merasuk dalam diri kita.
Saat itu kita di titik kulminasi.
Dan pilihan ada ditangan kita.
Puas.... Dan
Hancur.
Aku lebih suka menyebut apa yang biasa kita katakan puas
dengan syukur. Jelas beda. Syukur menampakkan
kepasrahan dan ketidakmampuan. Bukan benarbenar tidak
mampu. Tapi karena kita yakin masih ada cahaya diatas
cahaya. Dan semua kemampuan kita ada campur tangan yang
bermain.
Puas menampakkan siluet bangga dalam diri.
Aku bercitacita menjadi besar. Tapi saat ini aku lebih suka
menjadi kecil. Karena pada saat kecil kita akan terus
berusaha menjadi besar. Memaksa diri untuk haus. Karena
kita merasa tidak tahu. Dan banyak yang belum kita ketahui.
Seberapa sih ilmu kita?
Indah jadi kecil.
Tapi bukan minder atau kelemahan jiwa.
Tapi kecil yang penuh energi menjadi besar.
Dan aku tidak ingin menjadi besar.
Kau dengar....
Aku tidak ingin menjadi besar!!
Tapi aku ingin terus menjadi kecil,
Da'wah yang merasa besar. Adalah da'wah yang telah mati
sebenarnya.
Karena pada saat itu karakter jiddiyyahnya telah hilang.
Mungkin besar.... Tapi kosong.
Mungkin besar.... Tapi tak bernyali.
Mungkin besar.... Tapi takut berkorban.
Walau sekedar waktu sebentar.
Da'wah yang merasa besar. Adalah da'wah yang telah mati
sebenarnya.
Karena pada saat itu karakter jiddiyyahnya telah hilang.
Mungkin besar.... Tapi kosong.
Mungkin besar.... Tapi tak bernyali.
Mungkin besar.... Tapi takut berkorban.
Walau sekedar waktu sebentar.
Berfikir.."harusnya umat yang datang pada ku, harusnya
umat yang minta ngaji padaku, masa aku harus meluangkan
waktu untuk silaturahmi, untuk ngajak diskusi, untuk
tersenyum pada mereka. Enak aja. Da'wahku udah besar.
Kalo mau datang aja. Aku lagi sibuk, dengan praktikum.
Kuliahku banyak. Kerjaku padat. Syuroku tiap pagi. Agenda
da'wahku padat ..tau!! Aku berangkat pagi dan pulang
malam, atas nama da'wah. Aku sibuk..karena aku bersama
barisan besar."
Kau tahu..?
Aku benci jadi besar. Dan aku ingin terus menjadi kecil.
Hingga kulitku mengencang. Darahku menggelegar.
Tubuhku memanas. Otakku terus berfikir.
Tubuhku tergeletak keletihan ketika terbaring.
Karena fisikku tidak mampu menahan kemauan untuk terus
menjadi besar.
Memberikan amalamal besar.
Membesarkan lingkaran Uluhiyyah.
Untuk terus menjadi besar. Beramal besar.
Aku ingin sekali merasakan itu....
Walau aku masih jauh dari itu..
Penulis: Bot Pranadi
Besar itu racun.
Indahnya kalau kita terus merasa kecil.
Bukan kecil dalam makna kerdil jiwanya.
Tapi kecil karena kita tahu lebih banyak disekitar kita yang
lebih besar.
Besar jiwanya..
Besar amalnya..
Besar karyanya..
Besar ilmunya...
Besar dan merekapun membesarkan orangorang
disekitarnya. Besar dan mereka terus ingin menjadi besar.
Dan yang penting adalah ada yang lebih besar dari itu semua.
Aku sangat tidak suka menjadi besar.
Mulai ridho dengan amal
Mulai cukup ilmunya.
Mulai senang bersantai.
Mulai senang dianggap besar.
Karena pada saat itu sebenarnya aku sedang sangat rapuh
Tergerogoti oleh perasaan puas.
Puas..? Bolehkah kalau aku mengatakan tidak boleh ada kata
puas di dunia ini. Aku sangat membenci kata itu. Walau aku
sadar, akarnya masih kuat menancap menjadi karakter iblis
yang belum bisa hilang.
Coret aja dia dari semua kamus, atau buku. Bakar aja dia dari
catatan. Dari semua ingatan dan ucapan.
Kata itu meracuni. Pada saat kata itu merasuk dalam diri kita.
Saat itu kita di titik kulminasi.
Dan pilihan ada ditangan kita.
Puas.... Dan
Hancur.
Aku lebih suka menyebut apa yang biasa kita katakan puas
dengan syukur. Jelas beda. Syukur menampakkan
kepasrahan dan ketidakmampuan. Bukan benarbenar tidak
mampu. Tapi karena kita yakin masih ada cahaya diatas
cahaya. Dan semua kemampuan kita ada campur tangan yang
bermain.
Puas menampakkan siluet bangga dalam diri.
Aku bercitacita menjadi besar. Tapi saat ini aku lebih suka
menjadi kecil. Karena pada saat kecil kita akan terus
berusaha menjadi besar. Memaksa diri untuk haus. Karena
kita merasa tidak tahu. Dan banyak yang belum kita ketahui.
Seberapa sih ilmu kita?
Indah jadi kecil.
Tapi bukan minder atau kelemahan jiwa.
Tapi kecil yang penuh energi menjadi besar.
Dan aku tidak ingin menjadi besar.
Kau dengar....
Aku tidak ingin menjadi besar!!
Tapi aku ingin terus menjadi kecil,
Da'wah yang merasa besar. Adalah da'wah yang telah mati
sebenarnya.
Karena pada saat itu karakter jiddiyyahnya telah hilang.
Mungkin besar.... Tapi kosong.
Mungkin besar.... Tapi tak bernyali.
Mungkin besar.... Tapi takut berkorban.
Walau sekedar waktu sebentar.
Da'wah yang merasa besar. Adalah da'wah yang telah mati
sebenarnya.
Karena pada saat itu karakter jiddiyyahnya telah hilang.
Mungkin besar.... Tapi kosong.
Mungkin besar.... Tapi tak bernyali.
Mungkin besar.... Tapi takut berkorban.
Walau sekedar waktu sebentar.
Berfikir.."harusnya umat yang datang pada ku, harusnya
umat yang minta ngaji padaku, masa aku harus meluangkan
waktu untuk silaturahmi, untuk ngajak diskusi, untuk
tersenyum pada mereka. Enak aja. Da'wahku udah besar.
Kalo mau datang aja. Aku lagi sibuk, dengan praktikum.
Kuliahku banyak. Kerjaku padat. Syuroku tiap pagi. Agenda
da'wahku padat ..tau!! Aku berangkat pagi dan pulang
malam, atas nama da'wah. Aku sibuk..karena aku bersama
barisan besar."
Kau tahu..?
Aku benci jadi besar. Dan aku ingin terus menjadi kecil.
Hingga kulitku mengencang. Darahku menggelegar.
Tubuhku memanas. Otakku terus berfikir.
Tubuhku tergeletak keletihan ketika terbaring.
Karena fisikku tidak mampu menahan kemauan untuk terus
menjadi besar.
Memberikan amalamal besar.
Membesarkan lingkaran Uluhiyyah.
Untuk terus menjadi besar. Beramal besar.
Aku ingin sekali merasakan itu....
Walau aku masih jauh dari itu..
Penulis: Bot Pranadi
0 comments:
Post a Comment