Adindaku sayang...
Aku sangat bersyukur kepada Allah atas
pernikahan ini, atas dipilihnya engkau sebagai pendampingku, atas
dipilihnya engkau sebagai kekasihku. Aku juga bersyukur bahwa Allah
telah mempertemukan aku dengan mu untuk menjalani sisa kehidupan ini
bersamamu.
Adindaku sayang...
Aku adalah orang asing bagimu, dan engkau
adalah orang asing bagiku. Kalau bukan karena mengharap ridha Allah
atas pernikahan ini, tentu engkau akan memilih orang dekat yang engkau
ketahui latar belakangnya, tapi karena engkau memilih Allah sebagai
pelindungmu atas segala bahaya yg akan datang padamu, atas segala nikmat
yang akan tercurah kepadamu maka engkau memilih aku sebagai suamimu
meskipun aku sangat asing bagimu. Maka dengan itu pula aku pun berdoa
kepada Allah semoga engkau selamat dari bahaya yang timbul karena menikah
denganku dan semoga rahmat Allah dapat tercurah kepadamu melalui
pernikahan ini.
Adinda sayangku...
Aku bukanlah manusia sempurna yang
terbebas dari salah. Aku hanyalah seorang hamba yang ingin menyempurnakan
separuh agama, melaksanakan sunnah Nabi seperti para sahabatku yang lainnya.
Aku hanyalah seorang pengembara yang baru saja menemukan pulau tambatan
hati, setelah sekian lama terombang-ambing dalam gelombang kebingungan
dan kebimbangan, hingga Allah menurunkan rizki-Nya kepadaku berupa
dirimu, sebagai tempat pelipur lara, sebagai tempat berkasih sayang,
sebagai tempat berkeluh kesah, sebagai tongkat penunjuk jalan, sebagai
pelita dalam kegelapan, sebagai embun di kala dahaga, sebagai tempat
berteduh di kala panas, sebagai selimut di kala dingin, sebagai peredam
duka di kala emosi, sebagai tempat berpangku mesra di kala gundah gulana
dan sebagai tempat mengadu di kala ragu dan buntu.
Adindaku...
Aku
menyadari siapa diriku, maka aku tak
ingin meminta lebih kepadamu, aku tak ingin engkau secantik
Zulaikha, atau secerdas Aisyah, atau sezuhud Khadijah atau semulia
Maryam. Aku juga tak ingin engkau se-shalehah Asiah tetapi bersuamikan
Fir'aun. Aku hanya ingin engkau seperti apa adanya, yang menangis di
kala
sedih, yang marah di kala terluka dan tersenyum di kala bahagia. Aku
tidak
menginginkan engkau se-sempurna istri sang Nabi, sebab aku sadar bahwa
aku pun tidak se-sempurna beliau. Yang aku inginkan adalah bahwa kita
saling menjaga agar bisa meneladani akhlak para Nabi, sahabat dan
shahabiyah.
Adindaku…
Adindaku…
Jika engkau mengharap harta dariku,
ketahuilah aku hanyalah seorang pemuda biasa, yang penghasilannya dapat
engkau lihat sendiri. Aku juga bukan pengusaha yg mungkin bisa
mewujudkan semua impianmu dengan uang mereka. Tapi jika engkau
berpendapat bahwa harta dapat membawa kita menuju syurga dan kefakiran
bisa membawa kepada kekufuran, aku setuju denganmu. Tapi aku bukanlah
Abdurrahman bin Auf, atau Abu Bakar Shiddiq atau Utsman bin Affan, yang
dengan hartanya bisa membawa mereka ke pintu syurga.
Adinda ku...
Justru
dengan keberkahan yang insyaAllah
hadir bersamamu, kita bisa bersama-sama mengumpulkan harta sebagai bekal
untuk akhirat kita. Justru dengan pernikahan ini semoga Allah
membukakan pintu-pintu rezeki dari arah yg kita tidak sangka-sangka.
Mari kita mencari rizki-Nya yang sangat melimpah bertebaran di
muka bumi agar kita menjadi orang yang bisa menyantuni fakir miskin,
mengasihi anak yatim, memberi pada yang kekurangan, menolong kaum
dhuafa, dan membelanjakan segala harta yang halal untuk kemaslahatan
ummat dan dakwah. Dengan ridho Allah semoga Dia memberikan kekuatan
kepada harta kita untuk memberikan kekuatan iman dan takwa kita serta
orang-orang yang ada di sekitar kita.
Adindaku sayang...
Saat
mengetahui engkau menerima
khitbahku. Aku menangis terharu, bumi yang kupijak seakan bergoyang.
Aku tak kuasa menahan rasa bahagia saat itu, saat engkau menyetujui
lamaranku. Perasaan berkecamuk memenuhi pikiranku. Rasa sedih dibalut
bahagia, rasa khawatir dibalut ketenangan. Penantian panjang dan
melelahkan yg menghabiskan hampir
separuh nafas para pemuda dan pemudi, yg membuat mereka terbangun di
kala
malam, mengadukan nasibnya pada Illahi Robbi, menangis di sela-sela
rintihan dan doa seraya bertanya kapan masa itu akan hadir menjemput
mereka.
Masa-masa yg menggetarkan jiwa,
menyenangkan hati dan membuat orang normal seperti orang yang kekurangan akal,
masa yang hakikatnya seperti berjalan di atas titian besi panas hingga
mampu menjerumuskan mereka yg tidak sabar akan datangnya masa bahagia
itu. Adindaku, tibanya masa itu merupakan rahmat yang tiada tara bagi para
hamba yang bersyukur, yang menyadari bahwa pernikahan itu adalah sebuah
perjuangan dan bukanlah sebuah permainan. Pernikahan itu sebuah ibadah bukan penyebab segala masalah.
Sayangku…
Jika
engkau mengharapkan ketampanan,
kesempurnaan fisik dan penampilan, ketahuilah aku hanyalah seorang
manusia biasa, yang lahir dari benih ayah dan ibuku, yang rupa dan
bentuk
fisiknya tak bisa aku inginkan sesuai mauku. Aku hanya menerima takdir
Allah, beginilah diriku adanya. Aku tidak se-tampan Nabi Yusuf, tidak
segagah nabi Daud, tidak sekuat Umar bin Khattab, tidak sehalus Utsman
bin Affan, tidak sepintar Ali bin Abi Thalib, dan aku juga tidak sesabar
Abu Bakar As-Shiddiq. Jika engkau menginginkan semua sifat itu ada
padaku,
maka aku berlindung kepada Allah, atas kelemahan diriku. Tapi jika
engkau mendoakan aku memiliki salah satu saja sifat mulia mereka, maka
aku bersyukur kepada Allah atas doamu itu dan juga atas berlipatnya
rizkiku karena menikah dengan manusia pemilik doa sepertimu.
Adindaku...
Aku dan engkau akan tahu, kita akan
menghadapi masa-masa yang akan datang bersama-sama, masa yang kadang
indah untuk dikenang, atau pahit untuk diingat. Semua tergantung
seberapa besar hati ini mau melapangkan jalan untuk menerima apapun
kondisi itu.
Sayangku...
Jika salah satu sudut hatimu pada saat ini sudah terisi untukku, maka sudut-sudut yang lain isilah dengan Rabb Sang Pencipta Alam Semesta.
Sayangku...
Jika salah satu sudut hatimu pada saat ini sudah terisi untukku, maka sudut-sudut yang lain isilah dengan Rabb Sang Pencipta Alam Semesta.
Jangan
kau isi semua sudut hatimu dengan
diriku atau dengan yang lain kecuali Tuhanmu Allah SWT, sebab aku tidak
akan
sanggup menjagamu bahkan menjaga hatimu, hanya Allah-lah yang bisa
menjagamu, menjaga hati dan jiwamu, menjaga fisik dan ragamu. Engkau
mungkin bisa melupakan aku jika aku berbuat kesalahan, engkau bisa saja
membuang sudut hati tempatku berpijak dan mengganti dengan orang lain
yang sesuai dengan keinginanmu, tapi engkau tidak akan bisa melupakan
Rabb pemilik hatimu. Dan aku lebih nyaman jika hatimu dikuasai oleh
Pemilik Alam Semesta, daripada dikuasai oleh aku atau apapun itu.
Adindaku...
Insya Allah kita akan menjalani tahap-tahap usia pernikahan kita,
Pada tahun pertama pernikahan kita,
kuharap engkau mau lebih bersabar, mau memahami lebih dalam
perbedaan-perbedaan antara kita, sebab kita adalah dua orang asing yang
harus mengayuh perahu bersama, jika kita tidak bisa bekerja sama dan saling mengerti serta menghormati, aku
khawatir perahu ini tenggelam ketika baru saja kita meninggalkan pantai.
Pada tahun kedua hingga tahun kelima,
kuharap engkau sudah mengerti tentang diriku, tentang sifat dan tingkah
lakuku. Saat itu mungkin anak pertama kita akan lahir dan tanggung jawab
kita sebagai orangtua baru dimulai.
Aku berpesan kepadamu,
Kemulyaanmu sebagai seorang ibu baru saja
dimulai, jika engkau merasa capai dan lelah janganlah sungkan-sungkan
untuk meminta tolong kepadaku. Meski aku tahu pada saat itu mungkin
kehidupan kita masih belum mapan. Tapi aku yakin anak-anak kita yang masih
lucu akan mampu menghapus semua duka dan lara, lelah dan letih serta rasa
penat dan dahaga karena tugas kita. Tugasmu sebagai madrasah yang memberi
pendidikan agama dan nilai luhur seperti yang dilakukan oleh para orang shaleh pendahulu kita, dan
tugasku membantumu membumikan pendidikan itu.
Pada tahun kelima hingga kesepuluh,
mungkin kita akan didera oleh kondisi keuangan karena saat itu kebutuhan
kita akan meningkat, anak-anak beranjak ke sekolah dan kebutuhan rumah
tangga akan meningkat. Aku memohon kepadamu, bantu aku dengan doa-doamu,
dengan dhuha dan tahajudmu dengan zikir dan shodaqohmu, semoga
masa-masa sulit segera pergi hingga Allah memenuhi janjinya kepada kita.
Pada tahun kesepuluh hingga keduapuluh, mungkin Allah akan mengalirkan rezeki yang lebih banyak dan berkah kepada kita, kehidupan mulai mapan, kesejahteraan mulai datang, dan anak-anak mulai dewasa. Aku memohon kepadamu, bantu aku menguatkan batin dan jiwaku agar aku tidak terperosok kedalam jurang kenistaan, karena godaan dunia berupa harta tahta dan wanita. Sadarkan aku tentang umur dan usiaku yang mulai menua juga temperamenku yang mulai meninggi dimakan usia. Bantu aku bersahabat dengan anak-anak kita, berikan mereka pengertian tentang arti kehidupan sesungguhnya, karena sebentar lagi mereka akan memilih jalannya masing-masing.
Pada tahun ketigapuluh dan sesudahnya, aku tak tahu apakah kita akan sampai disitu, yang jelas kita akan kembali berdua, anak-anak lelaki kita akan pergi dan anak perempuan akan mengikuti suaminya. Kita hanyalah sepasang manusia renta yang tak bisa melawan takdirnya. Kuingin saat itu, hari-hari kita hanya dipenuhi dzikir dan tasbih, dipenuhi munajat dan doa, seraya menunggu utusan Tuhan datang menjemput.
Aku ingin engkau dan aku tetap menjadi
pasangan didunia dan akhirat, jadi kumohon kita saling menjaga, saling
memberi peringatan dan tausiyah agar tujuan pernikahan ini sesuai dengan
yang kita harapkan. Terakhir aku ingin kadoku ini menjadi prasasti
cinta kita, yang tertanam jauh di lubuk hati, sehingga jika terjadi
goncangan, kita selalu kembali ke komitmen awal pernikahan.
Suamimu
Muhamad Saefudin (Baca : Teruntuk Buah Hatiku )
0 comments:
Post a Comment