Tomcat Betina Paling Beracun

(dikutip dari www.ipb.ac.id)
Sumber : Dr. Purnama Hidayat, Laboratorioum Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. (HP 08121110303)

Bulan Maret 2012, dilaporkan terjadi serangan serangga “Tomcat”. Dari foto-foto ’tomcat’ yang beredar di media massa dan internet, serangga yang dimaksud adalah sama dengan yang dilaporkan oleh kolega saya di Malang, Dr. Nurindah, yang juga ahli serangga.


Dr. Nurindah menyampaikan bahwa pada tahun 2004 terjadi masalah serangga kecil yang banyak datang ke rumah-rumah suatu kompleks perumahan di Gresik. Serangga tersebut datang ke rumah penduduk pada malam hari dan cairannya dapat menyebabkan kulit melepuh. Selain itu, pada Tahun 2007, para pekerja di rig pengeboran minyak di lepas pantai utara Pulau Jawa, yang berhadapan dengan Karawang dan Indramayu, dilaporkan kulitnya melepuh setelah terkena cairan dari serangga kecil berwarna merah dan hitam, yang sama seperti yang dilaporkan di perumahan mewah di Surabaya.

Hasil identifikasi serangga yang banyak ditemukan di rig pengeboran minyak tersebut adalah kumbang jelajah (rove beetle), nama spesiesnya Paederus fuscipes, termasuk Famili Staphylinidae, Ordo Coleoptera. Famili Staphylinidae merupakan salah satu famili dalam Ordo Coleoptera yang memiliki spesies dalam jumlah besar selain kumbang moncong (Famili Curculionidae). Anggota family Staphylinidae banyak ditemukan di Indonesia, namun tidak semuanya dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

Genus Paederus memiliki lebih-kurang 25 spesies. Beberapa spesies yang dilaporkan dapat menyebabkan iritasi pada kulit adalah: Paederus fuscipes, Paederus riparius, Paederus Alfieri, Paederus sabaeus, Paederus signaticornis. Adapun spesies yang sering ditemukan di perumahan penduduk di sekitar persawahan adalah Paederus fuscipes. Serangga spesies ini biasanya berkembang biak di sekitar pertanaman padi atau pertanaman kedelai dan bersifat predator, yaitu makan serangga kecil lain.

Dr. Wayan Winasa dkk dari Departemen Proteksi Tanaman, IPB pada tahun 2005 melakukan penelitian tentang potensi serangga ini dalam mengendalikan ulat Helicoverpa pada tanaman kedelai.
Umumnya serangga paederus tertarik ke cahaya pada malam hari, oleh karena itu pada musim-musim tertentu serangga ini sering ditemukan di rumah-rumah penduduk dengan cahaya terang yang berada tidak jauh dari persawahan.

Serangga ini memiliki panjang tubuh lk. 10 mm dan lebar lk. 2mm. Umumnya ukuran serangga jantan lebih kecil dibandingkan serangga betina. Warna kepala hitam, toraks (‘dada’) dan sebagian abdomen (‘perut’) berwarna merah, sedangkan ujung abdomen berwarna hitam dan meruncing. Ciri yang mencolok dari serangga ini selain warna hitam dan merah adalah sayap depan (elitra) yang pendek, hanya menutupi sebagian abdomen. Serangga dewasa dapat terbang dengan baik dan pada saat tidak terbang, sayap belakang terlipat di bawah sayap depan (Gambar bawah).

Gambar 1. Serangga Paederus fuscipes yang menyebabkan Paederus dermatitis di rig pengeboran minyak lepas pantai utara Pulau Jawa. Sebenarnya serangga tersebut tidak berniat mengganggu pemukiman manusia, tapi justru manusia yang menarik minat serangga ini untuk datang ke rumah-rumah mereka. Lokasi rumah yang dekat atau bekas persawahan serta cahaya terang pada malam hari yang menyebabkan serangga tersebut datang ke pemukiman penduduk tersebut. Selain itu keadaan sawah dimana padi telah dipanen dan tanah diolah menyebabkan habitat dan makanan serangga Paederus ini terganggu dan serangga ini mencari habitat lain disekitarnya.

Bentuk serangan dan pengobatannya
Serangga ini bisa ditemukan di berbagai tempat di persawahan yang ada di seluruh Indonesia. Namun belum pernah dilaporkan pada saat bersamaan populasinya meningkat dan menyerbu pemukiman penduduk di sekitar persawahan tersebut. Yang perlu diwaspadai adalah pada saat panen tiba, sangat mungkin serangga ini akan mencari habitat di sekitar persawahan dan tertarik ke cahaya lampu di pemukiman penduduk di sekitar persawahan. Kejadian ini agak berbeda dengan kejadian serangan ulat bulu, karena pada dasarnya serangga ini ada di persawahan sepanjang waktu dan makan serangga kecil di persawahan tersebut.

Paederus sebenarnya tidak menggigit, namun apabila tergencet maka cairan tubuh (hemolimfa = ‘darah’) yang mengandung racun (pederin) apabila terkena kulit akan menyebabkan iritasi yang sangat parah, disebut Paederus dermatitis. Hasil penelitian yang dipublikasi di Dermatology Online Journal menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan antibiotik oral yang dikombinasikan dengan steroid topikal dan anthistamin oral menunjukkan respon yang lebih baik dibandingkan dengan pengobatan tanpa antibiotik. Hal ini menunjukkan bahwa pada luka iritasi tersebut terdapat bakteri. Luka iritasi biasanya akan sembuh dalam 5 – 10 hari.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Department of Bioorganic Chemistry, Max Planck Institute for Chemical Ecologydi German¸ pederin dihasilkan oleh bakteri endosimbion, Pseudomonassp., pada serangga Paederus. Yang menarik bahwa endosimbion lebih banyak ditemukan pada serangga betina dibandingkan serangga jantan, dan dapat diturunkan ke generasi berikutnya melalui telur (transovarial). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pederin dapat menghambat sintesis DNA dan bersifat antitumor.

Pederin sebenarnya merupakan zat racun untuk pertahanan serangga tersebut dari predatornya, seperti laba-laba dll.

Gambar Paederus dermatitis (Deramatology Online Journal, Vol. 12 No.7)

Pengendaliannya
Untuk menghindari kedatangan serangga Paederus ke pemukiman adalah dengan cara mengurangi pencahayaan di rumah pada malam hari. Selain itu dapat dipasang perangkap lampu yang telah diletakkan jauh di luar pemukiman sehingga serangga ini akan tertarik ke lampu yang dipasang dibandingkan datang ke rumah.
Apabila terkena cairan serangga ini, maka bagian yang terkena segera dicuci dengan air dan dibasuh dengan sabun sesegera mungkin. Hal ini akan mengurangi resiko iritasi yang parah pada kulit.

Apabila serangga ini banyak di sekitar rumah anda, lindungi bagian tubuh dengan misalnya menggunakan baju lengan panjang dll.

Ekosistem yang terganggu
Pembangunan gedung pertokoan dan rumah pada lahan sawah tentu menggangu ekosistem yang ada. Selain kehilangan lahan subur untuk produksi padi, pembangunan gedung dan rumah pada lahan persawahan akan menghilangkan flora dan fauna yang berada pada ekosistem persawahan tersebut. Hal ini kalau dilakukan terus-menerus pasti akan menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan yang disebabkan oleh binatang, termasuk serangga, pada kehidupan manusia.

Oleh karenanya, analisis dampak lingkungan harus tetap dilakukan dengan sebenar-sebenarnya dan juga dalam segala kegiatan manusia berkaitan dengan lingkungan. Seringkali kali kita manusia lebih mementingkan pengembangan ekonomi daripada melestarikan lingkungan. Padahal kalau sudah terjadi bencana, kerugian ekonominya terkadang lebih besar.
Share on Google Plus

About Muhamad Saepudin

Saya hanyalah seorang penikmat blog dan pembelajar kehidupan. Semoga pembelajaran kehidupanku bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca dan belajar dari kehidupan.

0 comments: