Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kekuatan pada Anda
menghadap orang tua seorang wanita untuk melakukan peminangan. Setelah
perkenalan dan percakapan sejenak dengan keluarga akhwat yang akan
dipinang, sekarang marilah kita mendengarkan nasehat Imam Nawawi.
Orang yang meminang, kata Imam Nawawi dalam Al-Adzkaarun Nawawiyyah,
disunnahkan untuk memulai dengan membaca hamdalah dan shalawat untuk
Rasul Saw. Ustadz Abdul Hamid Kisyik dalam bukunya Bimbingan Islam untuk
Mencapai Keluarga Sakinah (Al-Bayan, 1995) mengingatkan kembali.
Dianjurkan, kata Hamid Kisyik, memulai lamaran dengan hamdalah dan
pujian lainnya kepada Allah Swt. serta shalawat kepada Rasul-Nya.
Pinanglah ia dengan mengucapkan, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Allahumma shalli ‘aala Muhammad wa ‘alaa ali Muhammad.”
Kalau ingin menggunakan shalawat lain, silakan. Ada berbagai ucapan
shalawat yang dibenarkan oleh As-Sunnah. Ada shalawat yang panjang,
meliputi Rasulullah, istri-istri beliau serta keluarganya. Tetapi
shalawat yang pendek juga tidak apa-apa. Hanya saja, sebaiknya shalawat
tidak dipenggal hanya sampai kepada Rasulullah saja. Ucapkanlah shalawat
minimal untuk Rasulullah beserta ‘aal beliau Saww. Semoga
yang demikian ini menjadikan peminangan Anda barakah.
Sesudah itu, ucapkan:
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Aku datang pada kalian untuk mengungkapkan keinginan kami melamar putri
kalian --Fulanah binti Fulan -- atau janda kalian --Fulanah binti
Fulan."
Atau kalimat lain yang semakna.
Kami, kata Imam Nawawi selanjutnya, di dalam kitab Sunan Abu Daud, Sunan
Ibnu Majah, dan yang lainnya meriwayatkan melalui Abu Hurairah r. a.
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Setiap perkataan --menurut riwayat yang lain setiap perkara-- yang
tidak dimulai dengan bacaan hamdalah, maka hal itu sedikit barakahnya
--menurut riwayat yang lain terputus dari kebarakahannya.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Imam Ahmad, hasan).
Pada sebuah kumpulan hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dan Abu Hurairah, kata Ustadz Abdul Hamid Kisyik, dari Abu
Hurairah r.a., Nabi Saw. bersabda, “Setiap lamaran yang tidak ada syahadat di dalamnya seperti tangan yang tidak membawa berkah.”
Setelah pinangan kita sampaikan, biarlah pihak keluarga wanita dan
wanita yangbersangkutan untuk mempertimbangkan. Sebagian memberikan
jawaban dengan segera, sebelum kaki bergeser dari tempat berpijaknya,
sebab pernikahan mendekatkan kepada keselaman akhirat, sedang calon yang
datang sudah diketahui akhlaknya. Sebagian memerlukan waktu yang cukup
lama untuk bisa memberi kepastian apakah pinangan ditolak atau diterima, karena pernikahan bukanlah untuk sehari dua hari saja.
Apapun, serahkan kepada keluarga wanita untuk memutuskan. Mereka yang
lebih tahu keputusan apa yang terbaik bagi anaknya. Cukuplah Anda
memegangi husnuzhan Anda kepada mereka. Bukankah ketika Anda meminang
seorang wanita berarti Anda mempercayai wanita yang Anda harapkan
beserta keluarganya?
Keputusan apa pun yang mereka berikan, sepanjang didasarkan atas
musyawarah yang lurus, adalah baik dan insya-Allah memberi akibat yang
baik bagi Anda. Tidak kecewa orang yang istikharah dan tidak merugi
orang yang musyawarah. Maka, apa pun hasil musyawarah sepanjang
dilakukan dengan baik, akan membuahkan kebaikan. Sebuah keputusan tidak bisa disebut buruk atau negatif, jika
memang didasarkan pada musyawarah yang memenuhi syarat, hanya karena
tidak memberi kesempatan kepada Anda untuk menjadi anggota keluarga
mereka. Jika niat Anda memang untuk silaturrahmi, bukankah masih
tersedia banyak peluang lain untuk itu?
Anda telah meminangnya dengan hamdalah. Anda telah dimampukan datang
oleh Allah yang Maha Besar. Dia-lah Yang Maha Lebih Besar. Semua yang
lain adalah kecil. Apalagi kita. Kita cuma manusia. Manusia adalah
makhluk yang kemana pun mereka pergi, selalu membawa wadah kotoran yang
busuk baunya.
Kita ini kecil. Anda juga kecil. Saya apalagi.
Lalu, apa alasan kita untuk merasa besar kalau tidak ada yang takabur
kepada kita? Apakah karena Anda merasa hanya mencari ridha Allah,
padahal ketika memutuskan
pun mereka berniat mencari ridha Allah?
Ada pelajaran yang sangat berharga dari Bilal bin Rabah, muadzin
kecintaan Rasulullah Saw. tentang meminang. Ketika ia bersama Abu
Ruwaihah menghadap Kabilah Khaulan, Bilal mengemukakan:
“Saya ini Bilal, dan ini saudaraku. Kami datang untuk meminang.
Dahulu kami berada dalam kesesatan kemudian Allah memberi petunjuk.
Dahulu kami budak-budak belian, kemudian Allah memerdekakan...,” kata Bilal.
Kemudian ia melanjutkan, “Jika pinangan kami Anda terima, kami
panjatkan ucapan Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah. Dan kalau Anda
menolak, maka kami mengucapkan Allahu Akbar. Allah Maha Besar.”
Menurut pandangan Bilal, jika pinangan diterima, maka hanya Allah yang
berhak dan layak dipuji. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji bagi
Allah Tuhan seru sekalian alam. Pujian dalam segala bentuknya.
Peminangan pun insya-Allah merupakan sebentuk pujian kepada-Nya dengan
menjaga kehormatan atas apa yang dikaruniakan kepada kita. Adapun kalau
pinangan ditolak, kita ingat bahwa yang besar dan seharusnya besar di
mata dan hati kita adalah Allah ‘Azza wa Jalla. Peminangan adalah salah
satu bentuk ikhtiar untuk mengagungkan Allah. Kita mengagungkan Allah
dengan berusaha menghalalkan karunia kecintaan kepada lawanjenis melalui
ikatan pernikahan yang oleh Allah disebut mitsaqan-ghalizha (perjanjian
yang sangat berat).
Maka, kalau pinangan yang Anda sampaikan ditolak, agungkan Allah. Semoga
kita tetap berbaik sangka kepada Allah. Kita tetap berprasangka baik.
Sebab, bisa jadi, penolakan justru merupakan jalan pensucian jiwa dari
kezaliman-kezaliman diri kita sendiri. Boleh jadi penolakan merupakan
proses untuk mencapai kematangan, kemantapan, dan kejernihan niat,
mengingat bahwa ada banyak hal yang dapat menyebabkan terkotorinya niat.
Bisa jadi Allah hendak mengangkat derajat Anda, kecuali jika justru
Anda merendahkan diri sendiri. Tapi kita juga perlu memeriksa hati,
jangan-jangan perasaan itu muncul karena ‘ujub (kagum pada diri
sendiri).
Penolakan bisa saja merupakan “metode Allah” untuk meluruskan niat dan orientasi Anda.
Kekecewaan mungkin saja timbul. Barangkali ada yang merasa perih,
barangkali juga ada yang merasa kehilangan rasa percaya diri ketika itu.
Dan ini merupakan reaksi psikis yang wajar, sehingga saya juga tidak
ingin mengatakan, “Tidak usah kecewa. Anggap saja tidak ada apa-apa.”
Kecewa adalah perasaan yang manusiawi. Tetapi ia harus diperlakukan
dengan cara yang tepat agar ia tidak menggelincirkan kita ke jurang
kenistaan yang sangat jelas.
Rasulullah Saw. mengajarkan, “Ada tiga perkara yang tidak seorang pun
dapat terlepas darinya, yaitu prasangka, rasa sial, dan dengki. Dan aku
akan memberikan jalan keluar bagimu dari semua itu, yaitu apabila timbul
pada dirimu prasangka, janganlah dinyatakan; dan bila timbul di hatimu
rasa kecewa, jangan cepat
dienyahkan; dan bila timbul di hatimu dengki, janganlah diperturutkan.”
Kekecewaan memang pahit. Orang sering tidak tahan menanggung rasa
kecewa. Mereka berusaha membuang jauh-jauh sumber kekecewaan. Mereka
berusaha memendam dalam-dalam atau segera menutupi rapat-rapat dengan
menjauh dari sumber kekecewaan. Repress, istilah psikologinya. Sekilas
tampak tak ada masalah, tetapi setiap saat berada dalam kondisi rawan.
Perasaan itu mudah bangkit lagi dengan rasa sakit yang lebih perih. Dan
yang demikian ini tidak dikehendaki Islam.
Islam menghendaki kekecewaan itu menghilang pelan-pelan secara wajar,
sehingga kita bisa mengambil jarak dari sumber kekecewaan sehingga tidak
kehilangan obyektivitas dan kejernihan hati. Kalau kita bisa mengambil
jarak, kita tidak lingsem, tidak terjerembab dalam subjektivisme yang berlebihan. Kita menjadi lebih tegar, meskipun untuk menghapus rasa kecewa dengan cara itu
dibutuhkan proses yang lebih lama jika dibandingkan dengan cara me-repress-nya.
Kalau Anda ternyata mengalami rasa kecewa, periksalah niat-niat Anda. Di
balik yang Anda anggap baik, mungkin ada niat-niat yang tidak lurus.
Periksalah motif-motif yang melintas-lintas dalam batin Anda selama
peminangan hingga saat-saat menunggu jawaban. Kemudian biarkan hati Anda
berproses secara wajar sampai menemukan kembali ketenangannya secara
mantap.
Perahu telah berlayar. Ketika angin bertiup kencang, matikan mesin.
Inilah tawakkal, begitu seorang guru pernah menasehati “murid”-nya.
Tetapi, kalau jawaban yang diberikan oleh keluarga wanita sesuai dengan
harapan Anda, berbahagialah sejenak. Bersyukurlah. Insya-Allah
kesendirian yang Anda alami dengan menanggung rasa sepi, sebentar lagi
akan berganti dengan canda dan keramahan istri yang setia mendampingi.
Wajahnya yang ramah dan teduh, insya-Allah akan menghapus kepenatan Anda
selama berada di luar rumah. Insya-Allah, sebentar lagi.
Tunggulah beberapa saat. Setelah tiba masanya, halal bagi Anda untuk
melakukan apa saja yang menjadi hak Anda bersamanya. Setelah tiba
masanya, halal bagi Anda untuk merasakan kehangatan cintanya. Kehangatan
cinta wanita yang telah mempercayakan kesetiaannya kepada Anda. Setelah
tiba masanya, halal bagi Anda
untuk menemukan pangkuannya ketika Anda risau.
Tetapi, tunggulah beberapa saat. Sebentar lagi. Selama menunggu, ada
kesempatan untuk menata hati. Melalui pernikahan, Allah memberikan
banyak keindahan dan kemuliaan. Ada amanah apa di baliknya?
Diambil dari Buku Kado Pernikahan karya M Fauzil Adhim.
0 comments:
Post a Comment