Mancing Ikan Tenggiri di Sangatta (Edisi 1)

Ada yang hobi mancing? Cuung...

Saya sebenernya gak ada rasa suka sama sekali dengan yang namanya mancing. Entah kenapa yaa, gak bisa suka sama mancing-memancing. Tapi kalau makan ikannya...waah jangan ditanya deh...hehe.

Mulai ikan bakar, ikan pepes, sampai ikan goreng, saya suka. Cuma ikan mentah aja yang saya gak suka. Kalau orang Jepang ikan segar (baca:mentah) sudah jadi makanan sehari-hari.

Dulu waktu kecil, saya pernah mancing. Paling cuma ngisi waktu kosong aja mancing di sungai. Itu pun karena diajak teman-teman main. Atau mancing sendiri karena bosan di rumah. Ikan yang dipancing pun sejenis ikan beunteur (terkenal di tanah Sunda), mujair, ikan mas, ikan tawes, ikan sepat, dan ikan tawar lainnya. Waktu itu ikan yang terbesar yang pernah saya dapat paling seukuran 3 jari orang dewasa, jenis ikan mujaer. Mungkin kalau frekuensi memancing saya sejak kecil sampai dengan sekarang bisa dihitung jari.

Lalu, Allah menakdirkan saya dan keluarga pindah ke Samarinda di tahun 2013 akhir, sekitar bulan September karena faktor pekerjaan. Dan cerita memancing ini pun dimulai.

Pertemuan dengan beberapa rekan kerja yang hobi memancing membuat penasaran saya muncul lagi. Penasaran saya yaitu seputar, kenapa kok orang-orang ini suka memancing? Apa enaknya?

Pikir saya kala itu, memancing itu cuma ngabisin waktu. Diam di pinggir sungai, pasang kail, terus menunggu dan menunggu sampai umpan dimakan ikan. Jeda antara umpan masuk ke sungai sampai dipatuk ikan itulah yang seringkali menghabiskan waktu yang lama. Ini yang menurut pikiran saya membuang-buang waktu. Memancing bisa seharian, tapi hasilnya gak seberapa. Atau malah bisa nggak dapat. Begitulah persepsi terkait memancing selama ini.

Samarinda, Maret 2015
Hari itu, saya yang sedang asyik ngobrol soal kerjaan. Tiba-tiba ada salah seorang teman yang nanya sekaligus mengajak saya mancing. Mereka akan memancing ikan tenggiri di Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Memang selama sekitar 1,5 tahun lebih berada di Samarinda, seringkali ketika teman bertiga yang hobi mancing ini ngumpul, yang dibicarakan salah satunya pasti soal pancing-memancing. Mulai dari jenis ikan, spot memancing, piranti memancing, dan yang tak kalah asyik, rencana memancing. Dan kali ini saya ikut mendengarkan obrolan mereka. Ternyata saya diajak memancing.

"Mas Aef ikut yoo, kita mancing Jumat depan, di Sangatta. Mancing ikan tenggiri. Jauh-jauh dari Sumedang ke Kaltim, masa gak pernah mancing ikan tenggiri?"

Saya yang ditawarin secara tiba-tiba waktu itu, gak bisa berpikir panjang. Hanya mengiyakan saja, "Oke, cari pengalaman boleh deh" kata saya.

Rencana yang akan berangkat melakukan "Trip to Sangatta" adalah Pak Sardjono, Pak Sigit, Pak Sarofi, Pak Handry, dan tentunya saya sendiri. Yang belum pasti untuk ikut adalah Pak Handry, lainnya sudah oke semua. Berhubung karena ada satu dan lain hal, Pak Handry akhirnya memutuskan tidak ikut ekspedisi berburu tenggiri kali ini. So, kami berempat yang berangkat.

Mulai hari itu setiap ketemu berempat, saya belajar seputar teknik-teknik memancing ikan tenggiri. Banyak yang saya dapatkan tentang teknik memancing. Teknik memancing erat kaitannya dengan jenis ikan yang menjadi target kita. Maka tenggiri yang jadi target kali ini harus dikenali betul-betul sifatnya, cara memakan umpan, dan sebagainya.

Orang kebanyakan mengenal ikan ini sejenis ikan berukuran besar dengan bobot mulai 5 kg keatas. Bahkan bisa mencapai ratusan kg. Dagingnya yang empuk dan enak, umumnya dijadikan bahan membuat salah satu panganan yang terkenal di Indonesia, khususnya Palembang. Yaitu empek-empek.

Selain itu ikan tenggiri juga bisa dibuat pentol, semacam baso ikan. Bisa juga dibuat siomay dan olahan ikan lainnya. Tapi yang sering dan terkenal adalah empek-empek dan pentol. Terlebih jika peralatannya terbatas, empek-empek dan pentol memang jadi pilihan.

Singkat cerita, hari itu Jumat, setelah Jumatan saya dan Pak Sardjono berangkat naik travel dari Samarinda menuju Sangatta. Nah ada cerita juga nih sobat mancing mania. Setelah digelar muswawarah akbar di rumah kecil saya (beuh kayak apa aja), diputuskan istri dan anak pertama saya turut ikut. Katanya sekalian refreshing siih, kan belum pernah ke Sangatta. Akhirnya, si cinta dan putri sulungku ikut ke Sangatta. Dan yang pasti, yang akan ikut juga sang calon buah hati keduaku, yang saat itu berumur 7 bulan (masih di dalam perut ibunya).

Waktu itu kita menunggu di Simpang 4 Sempaja. Kami menunggu sekitar 10 menit Cendana travel. Eng ing eng, ternyata cuma kami berlima yang menumpang travel ini dari Samarinda ke Sangatta. Nyaman banar. Perjalanan darat ini menghabiskan waktu sekitar 5-6 jam. Sempat singgah sebentar untuk mengisi perut yang mulai keroncongan. Lima jam berlalu, tak terasa sudah sampai di Sangatta sekitar pukul 05.30 WITA sore. Kami langsung ke hotel QQ untuk ketemu Pak Sarofi dan Pak Sigit yang sudah lebih dulu ada di Sangatta. Mereka berdua adalah instruktur PT Trakindo Utama Samarinda. Selama sepekan sedang mengisi training di Sangatta. Oleh karena itulah, tercetus ide untuk mancing tenggiri di Sangatta. Tinggal saya dan Pak Sardjono yang berangkat ke Sangatta.

Kami berempat menuju ke pelabuhan. Tak lama sampai di pelabuhan, kami naik ke kapal dan menaikkan perlengkapan memancing. Berbarengan dengan bunyi kapal yang memecah suasana pelabuhan, kapal yang kami tumpangi mulai menjauh meninggalkan pelabuhan. Labuhan Nanang yang kami tuju. Spot ikan tenggiri. Gimana dengan bumil dan putri sulungku Maahirah? Ikut mancing ke laut? Ya nggak laah, ngawur aja, bisa dimarahin sama mertua nanti. Hehehe. Mereka menunggu di hotel. Ya itung-itung pindah tidur aja dengan suasana berbeda.
perjalanan laut memancing ikan tenggiri ke sangatta

Baru 45 menit kapal mengalun di lautan Sangatta, tiba-tiba engine mati dan kapal pun berhenti bergerak. Ternyata enginenya bermasalah, setelah diperbaiki, kapal pun melaju lagi. Tapi kapal berjalan lebih lambat daripada sebelumnya.

"Waah bisa lebih lama nih kalo begini" celetuk salah seorang dari kami. Dan betul, harusnya spot Labuhan Nanang bisa ditempuh dalam waktu 45 menit, karena enginenya gak running normal jadi lebih lama, sekitar 1 jam 30 menit. Dua kali lipat waktu tempuh normal. Maghrib menjelang isya, tiba lah kami di spot tenggiri.

Pak Sarofi, pemancing senior diantara kami, yang memandu perburuan ikan bertubuh panjang kali ini. Pertama kalinya, kami memasang renta. Apa itu renta? Renta itu bentuknya memiliki lebih dari 6 mata pancing berukuran kecil. Tujuan pakai renta adalah memancing ikan kecil berukuran sekitar 3 jari bernama ikan ketombong. Ikan ketombong ini yang akan dijadikan umpan ikan tenggiri nantinya.

Satu jam berlalu. Saya, Pak Sardjono, dan Pak Sigit memancing pakai renta, belum dapat juga ketombong. Saya yang waktu itu baru pertama kali, cukup mengikuti saja perintah dari sang senior. Saya ikut mancing ketombong pakai renta. Eeh, pas saya angkat rentanya, ada ikan berwarna merah yang nyangkut di salah satu mata pancing renta saya.

"Waah, ikan kurisi. Boleh lah...untuk mancing perdana ". Puji Pak Sarofi pada saya.
ikan kurisi di labuhan nanang sangatta
Ikan kurisi yang saya dapat

Setelah saya dapat kurisi, kami fokus mancing ketombong lagi pakai renta. Namun tiba-tiba,"kwiiitt...cwiiittt", seperti bunyi sepatu pemain basket yang bergesekan dengan lantai.

Kami melihat pak Sarofi lagi terengah-engah memainkan tangan kirinya menggulung tali pancing. Tangan kanannya memegangi stik pancing kuat-kuat, sambil dinaik turunkan mengikuti irama.

"Tenggiriii...angkat pancing semuanya" Teriak pak Sarofi pada kami. Langsung saya angkat renta saya. Dan akhirnya, tukang kapal mengambil gancu (Sejenis besi berbentuk melengkung dan tajam diujungnya, berfungsi mengangkat ikan besar dari permukaan laut. Caranya ditusukkan di badan ikan kemudian diangkat).

"Braaaakkk...". Ikan dengan panjang sekitar 1 meter dan berat berkisar 8 kg jatuh menghantam geladak kapal.

Wajah saya, Pak Sigit, dan Pak Sardjono ikut merasakan betapa lelahnya pak Sarofi mengalahkan perlawanan ikan tenggiri ini. Pak Sarofi berhasil membuka perburuan tenggiri malam itu. Rupanya ikan memiliki gaya tarik yang kuat saat di dalam air, tapi ketika diangkat keatas, akan lebih ringan.

Pak Sarofi terlihat ngos-ngosan.

Begitu rupanya sensasi memancing ikan tenggiri. Saya mulai berpikir, mungkin ini yang selama ini dicari oleh para pemancing ikan. Ya, ikan apa pun jenisnya. Sensasi saat umpan dimakan sampai ikan berhasil ditangkap. Mungkin ini yang gak bisa dijelaskan pada orang lain. Salah satu alasan kenapa memancing menjadi hobi bagi sebagian orang.

"Karena dari tadi gak ada ketombong yang naik, saya langsung pasang mata pancing tenggiri (size no.7 merk Owner). Dan benar feeling saya kan pak, hehehehe." Ungkap pak Sarofi setelah dapat 1 tenggiri. Rupanya kami baru tahu, kalau gak ada ketombong, berarti tandanya ikan tenggiri sudah berkumpul di spot tersebut.

Mulai dari situ, kami berempat memasang mata pancing ikan tenggiri. Saya, Pak Sardjono dan Pak Sigit, yang terhitung perdana mancing tenggiri, memakai handline. Handline bentuknya seperti gulungan line atau tali nilon yang dipasangi mata pancing.

Pak Sarofi sendiri yang memakai stik atau joran. Bagi pemula, lebih mudah pakai handline. Begitu katanya. Saya turuti saja. Khusus saya dan pak Sigit, untuk mata pancing dipasangkan oleh Pak Sarofi. Kalau pak Sardjono belajar dulu ke Pak Sarofi, setelah itu langsung bisa masang sendiri.

Alhasil, selama semalaman mulai jam 10 sampai jam 3 pagi, Pak Sarofi dapat 5 ikan tenggiri dengan berat rata-rata sekitar 8 kg. Pak Sardjono dapat 3 ikan tenggiri dan Pak Sigit dapat 2 ikan tenggiri. Lalu saya gimana?
ikan tenggiri pak Sarofi di labuhan nanang sangatta
Pak Sarofi dan tenggiri-nya
Saya pernah sekali umpan pancing dipatuk tenggiri, dan saya rasakan sendiri "gila"-nya tenggiri membawa nilon saya. Karena saya kurang cepat menggulung tali pancingnya, lepas. Satu-satunya kesempatan saya hilang sudah. Tapi merasakan "getaran" saat umpan dimakan dan dibawa tenggiri sudah saya rasakan.

Habis itu...mata saya mulai kunang-kunang. Bibir saya serasa kering. Perut saya seakan berontak alias mual. Dan seisi perut keluar semua alias mabuk. Hadeuuh...pusing sekali waktu itu. Pertama kali teromabng-ambing di atas kapal selama 5 jam lebih rupanya bikin puyeng. Udah gitu, dibully sama teman-teman sekapal.

"Wah dikasih makan tenggirinya, nggak mau makan lagi ikannya mas Saef.."

Saya menyerah dan memutuskan tidur di dalam kapal. Agar terhindar dari angin malam. Sambil melihat pak Sigit mancing. Padahal saya berada di bagian belakang kapal, dengan pak Sigit. Yang notabene anginnya lebih pelan. Kata mereka ombaknya sebenernya normal-normal saja.
Pak Sigit (kaos putih)
Wah, bagi saya itu sudah seperti dikocok sama Tornado-nya Dunia Fantasi Ancol. Pengalaman pertama berada di tengah laut.

Tengah malam saya bangun, saya lihat Pak Sarofi sudah tidur. Yang masih bertahan mancing tinggal Pak Sardjono di bagian depan kapal dan Pak Sigit di bagian belakang. Saya masih penasaran, pengen coba mancing lagi. Saya pasang pancing dan masukkan ke laut sedalam 40 meter, kata tukang kapal sekitar 40 meter ikan tenggiri itu adanya

15 menit berlalu, kemudian "nyuuuuutt..nyuurr", umpan saya dimakan. Saya langsung teriak "tenggiri..." Tukang kapal langsung bawa gancu. Masih saja, saya kalah cepat menggulung karena sudah dalam kondisi lemas, habis mabuk sebelumnya. Walhasil, tenggiri yang menang. Saya kalah. Ini kesempatan kedua, tapi masih belum rezeki.Ya Sudahlah, begitu kata Bondan Prakoso. Saya mengurusi sendiri aja masih susah, mana bisa fokus mancing.
                    ******
Setelah sholat shubuh, sunrise di langit laut Sangatta muncul dengan indahnya.
sunrise di laut sangatta, labuhan nanang
Saya lihat box ikan sudah penuh dengan ikan tenggiri. Total berjumlah 10 ikan tenggiri. Akhirnya kami pulang dengan wajah sumringah di pagi hari. Perburuan tenggiri yang sukses dan senang. Seperti wajahnya Pak Sardjono di bawah ini nih...Ihhh ketawanya lepaaasss. Hehehehe. 

Sampai di pelabuhan, langsung bongkar muat dari kapal ke mobil. Setelah menyelesaikan urusan dengan orang kapal, kami kemudian pulang ke Samarinda. Jam 4 sore sampai di rumah. Dan saya yang nggak dapat tenggiri hasil mancing sendiri, tetap dapat bagian ikan tenggiri. Alhamdulillah kebagian 2 ekor tenggiri. Hehehe. Langsung dibikin pentol dan empek-empek tenggiri.Ada juga yang dipanggang pakai bumbu kecap. Hmmm..maknyuss. Empuk banget daging ikan tenggiri ini.
panggang ikan tenggiri
Daging ikan tenggiri yang udah dipanggang dimakan pakai sambal kecap. Hmmm maknyuusss

Salam mancing mania, mantap!!!

[Mengalami 1 kali edit setelah ada comment dari si cinta. Tuuh yang komen pertama..hehehe]
Share on Google Plus

About Muhamad Saepudin

Saya hanyalah seorang penikmat blog dan pembelajar kehidupan. Semoga pembelajaran kehidupanku bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca dan belajar dari kehidupan.

4 comments:

Mega Dewana said...

Bi perlu diralat ya... Maret 2015 itu berarti kita sudah 1,5 tahun tinggal di Samarinda, bukan 6 bulan. Terus Pak Handry gak jadi ikut bukan karena istrinya habis melahirkan. Kan Ahsan sama anaknya pak Handry lebih tua Ahsan...itu yang baru lahiran kan istrinya pak Sarofi...beberapa minggu sebelum ke Sangatta kan abi sama Maahirah ke aqiqah anaknya pak Sarofi

Muhamad Saepudin said...

Oh iya betul.. Maklum udah lama kejadiannya, jadi agak-agak lupa gitu..hehehe. btw, makasih atas ralatnya, ada yang perlu ditambahin juga kayakny di cerita ituh. :D

efi fitriyyah said...

Saya ga suka mancing eh tepatnya ga Bisa ding hehehehe. Paling enak ikan tuh kalau dipepes atau dibakar, trust cocolin ke sambal kecap.
Btw ikan tenggirinya besar banget.

Muhamad Saepudin said...

Apalagi klo udah ada di depan mata ya mba, hehe. Iya ikannya super big :-D