Jumat, 01 Januari 2016. Tanggal yang sangat berarti bagi seluruh umat manusia di dunia. Tanggal yang menandakan pergantian tahun telah dilalui. Tanggal yang mencirikan bahwa perubahan waktu akan terus terjadi di dunia ini. Tanggal yang mengisyaratkan bahwa waktu sangatlah berharga. Dan sangat pendek. Juga bahwa ia tak akan pernah bisa kembali (irreversible).
Tahun baru 2016 atau hari pertama di tahun 2016 jatuh bertepatan dengan hari Jumat. Hari yang diyakini oleh umat Islam sebagai hari yang penuh dengan keberkahan. Ia dijuluki sayidul ayyam. Rajanya hari. Bukanlah suatu kebetulan tahun baru Masehi 2016 jatuh di hari Jumat. Ia merupakan ketentuan yang telah ditetapkan sebagai takdir-Nya. Hari Jumat, 01 Januari 2016 telah menjadi saksi bahwa perubahan waktu telah terjadi.
Jumat, 01 Januari 2016 adalah hari pertama di tahun 2016. Dimana orang kebanyakan merayakan pergantian tahun baru di malam harinya. Hingga tepat pada pukul 00.00 waktu setempat, di seluruh dunia, dirayakan dengan berbagai macam bentuk. Yang paling lazim adalah pesta kembang api, tiup terompet, petasan, bakar jagung, konvoi, pesta, dan lain sebagainya. Kalau boleh saya simpulkan, kesemuanya bersifat hura-hura atau kesenangan semata. Tapi pergantian tahun baru, tidak diyakini harus dirayakan dengan acara tersebut untuk sebagian orang. Seperti halnya yang terjadi di Aceh, dimana tidak ada satu pun warga yang merayakan perayaan tahun baru. Bahkan diberitakan di berbagai media online,tak ada bunyi petasan satu pun di Serambi Mekah (julukan Aceh). Salut untuk Aceh.
Kali ini saya ingin berbagi tentang cerita yang membuat saya brebes mili di hari pertama tahun dua ribu enam belas ini. Hari itu-Jumat- saya berencana untuk sholat Jumat di Masjid Baitul Muttaqin Islamic Centre Kalimantan Timur, karena saya pikir ingin cari suasana berbeda di Jumat kali ini. Singkat cerita saya Jumatan di Islamic Centre, masjid yang terletak persis di pinggir Sungai Mahakam.
Duduk mendengarkan khutbah sang Khotib sekitar 30 menit. Isi khutbahnya mengupas seputar tahun baru Masehi dan asal muasalnya. Point yang bisa saya dapatkan adalah bahwa penanggalan kalender Masehi ternyata tidak mengandung sama sekali nilai spiritualitasnya bagi umat muslim. Dan seterusnya. Hingga selesai sholat dua rakaat.
Seusai sholat, saya dan beberapa jamaah sholat Jumat tidak langsung beranjak dari area utama masjid. Sebagaimana di awal sebelum adzan dikumandangkan, panitia takmir menginformasikan akan ada seorang ibu beserta ketiga anaknya yang akan memeluk agama Islam. Terus terang, ini membuat saya tertarik untuk ikut menyaksikan prosesi ini. Pikiran saya langsung tertuju pada satu kata. Hijrah. Mungkin ini kata yang pas disematkan pada ibu dan 3 anaknya.
Setelah disiapkan meja dan berkas-berkas, muncullah si ibu dan 3 anaknya yang masih kecil. Anak yang paling besar berusia sekitar 12 tahun atau kelas 6 SD. Sedangkan 2 adiknya masing-masing berusia 3,5 tahun dan 2 tahun.
Berempat mereka duduk menghadap jamaah, serta duduk dihadapannya ustadz yang sekaligus menjadi khotib kali ini. Maaf saya lupa namanya.
Pertama, ustadz menyampaikan bahwa tidak ada paksaan dalam agama sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat Ali Imran. Laa ikra hafiddin (Tidak ada paksaan dalam agama). Untuk itulah ibu Juliana dan putra pertamanya membacakan surat pernyataan, yang didalamnya berisi tidak ada paksaan dari pihak mana pun keputusannya untuk meninggalkan agama terdahulu dan kemudian memeluk Islam. Yang membaca pernyataan dan berikrar dua kalimat syahadat hanya ibu dan putra pertama (12 tahun), karena mereka berdualah yang sudah memasuki usia baligh. Sehingga anak kedua dan ketiganya yang masih balita tidak perlu berikrar.
Ustadz kembali menyampaikan tausiyahnya, "Sesungguhnya semua manusia awalnya fitrah atau memeluk Islam, kemudian orang tuanya lah yang menjadikannya Nasrani, Yahudi, Majusi, dan sebagainya. Sebagaimana dalam sebuah hadits Nabi. Ibu Juliana dan para putra-putrinya hakikatnya adalah kembali kepada Islam bukan berpindah agama. Karena sebelumnya sudah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan Semesta Alam. Hal ini tercantum dalam Surat Al-A'raf."
Pada saat membaca surat pernyataan, Ibu Juliana menitikkan air mata, terutama pada kalimat "saya menyatakan meninggalkan agama terdahulu dan memeluk agama Islam". Saya menebak, beliau menangis bahagia, karena menemukan dirinya kembali pada agama yang diakui oleh Allah. Kembali pada jati dirinya sebagai seorang hambaNya. Dalam diam, saya pun tak tahan meneteskan air mata. Air mata yang mengisyaratkan sebuah syukur atas nikmat iman dan Islam. Nikmat yang paling besar yang kadang-kadang sering lupa untuk disyukuri. Yang kadang-kadang luput untuk disiram dengan amal ibadah.
Hati saya bergetar kala itu. Seraya bergumam, "Ibu Yuliana, kami semua ikhlas dan berbangga dengan kembalinya ibu kedalam pangkuan Islam. Alhamdulillah, ibu merayakan pergantian tahun dengan sesuatu yang sangat besar dalam hidup ibu dan anak-anak. Inilah yang seharusnya kami -para muslim dan muslimah- sadari bahwa kami harus merayakan pergantian tahun bari ini dengan ber-hijrah. Hijrah dalam arti maknawi, yaitu berpindah dari perbuatan yang tidak baik kepada perbuatan baik atau amal saleh.
Kami berterima kasih pada Ibu, karena telah menyadarkan kami semua akan nikmat besar ini. Kami sangat bersyukur bisa menyaksikan hijrahnya ibu. Karena ibulah, kami harus kembali belajar Islam lebih rajin lagi. Kami harus belajar lagi sholat yang khusuk. Kami harus belajar lagi sedekah. Kami harus belajar lagi shaum yang wajib maupun sunnah. Dan kami harus belajar bersyukur atas Islam yang menjadi anugerah terbesar yang pernah dimiliki. Yang insyaAllah akan terus kita miliki.
Perlahan, ustadz memandu ibu Yuliana dan anak pertamanya, Welhi, mengikrarkan dua kalimat syahadat. Alhamdulillah, mereka diberikan lisan yang lancar dalam mengucap dua kalimat syahadat. Yang menandakan Ibu Yuliana dan ketiga anaknya, menjadi seorang muslim dan muslimah. Dalam islam disebut dengan muallaf (yang berpindah dari agama bukan Islam menjadi beragama Islam). Air mata kembali tak terbendung. Setetes demi setetes membuat pipi basah. Alhamdulillah Ya Rabb.
Lembaran kertas rupiah pun satu persatu terlempar dari tangan-tangan jamaah ke atas hamparan sorban yang sedari awal digelar panitia masjid. Inilah sedekah kami bagi Ibu dan putra-putri, yang kini kita menjadi saudara seiman. Semoga ini menjadi penguat ukhuwah atau persaudaraan kita sesama muslim. Beberapa kotak pun diberikan oleh panitia masjid Islamic Centre, yang saya tebak berisikan mukena, Al-Quran, dan beberapa buku bacaan.
Pasca berikrar, nama ibu Yuliana berganti menjadi Annisa Yuliana. Anak yang pertama semula bernama Wellhi Agustinus Moy berganti menjadi Muhammad Iqbal. Anak kedua berganti dari Rafael menjadi Muhammad (saya lupa belakangnya). Begitu pun anak yang ketiga (perempuan) berganti nama menjadi Auliya. Alhamdulillah. Nama-nama yang indah dan bagus.
Ustadz kemudian memberikan tausiyah dan pesan terakhir pada ibu Annisa dan putra-putrinya, bahwa setelah sekembali ke rumah, perlu mandi wajib khusus untuk ibu Annisa dan ananda Iqbal, karens sudah masuk baligh. Dua anak yang masih balita tidak perlu mandi wajib atau mandi besar, karena belum baligh. Ini bertujuan untuk membuang segala hadats besar maupun kecil dari tubuh ibu dan ananda Iqbal. Syariat Islam mengajarkan demikian. "Nanti ibu-ibu yang di belakang tolong diajarkan ya bu," pinta ustadz pada ibu-ibu yang mendampingi sedari awal prosesi.
"Juga setelah ini ibu perlu belajar Islam yang rajin. Belajar sholat, zakat, sedekah, baca Al-Quran. Minta sama ustadz di masjid terdekat, bisa ke MUI, bisa ke Islamic Centre sini juga. Ibu harus kuat dan teguh dengan Islam. Tolong dibimbing juga anak-anaknya ya. Ananda Iqbal juga sama, belajar sholat ya nak. Dibimbing adik-adiknya. Kamu sebagai anak pertama punya tanggung jawab membimbing adik-adikmu yang masih kecil. Belajar ya, semoga jadi anak shalih. Aamiin"
Aamiin. Semua jamaah seisi ruangan utama mesjid Baitul Muttaqin ikut mengaminkan. Ustadz pun kemudian menutup acara. Ibu Annisa kemudian pamit para jamaah sembari mengucap "Assalamualaikum".
Hari pertama yang mengesankan dan penuh pelajaran. Semoga hari-hari selanjutnya di tahun 2016 bisa dilalui dengan kebaikan-kebaikan. Aamin.
2 comments:
Assalamualaikum,
Masya Allah, tak sebait kata pun terlewat saya membacanya. Hati turut bergetar mengikuti alur ceritanya, prosesi muallaf.
Sungguh Allah telah turunkan hidayah dan taufik kepada ummatnya yg dikehendaki-Nya.
Mabruk.. ya Umm Anissa Yuliana yg telah memeluk Islam, Alhamdulilah.
Di Saudi ada program tv rutin talk-show live dg muallaf. Sering saya merinding menyaksikan kesungguhan mereka yg luar biasa, jadi malu sendiri..hikz.
Terimakasih mas telah berbagi, smoga Allah beri taufik kpd kita semua.
btw template-nya keren euy ... legaaa n bersih :)
Waalaikumsalam wr wb,
Iya mba,Aamiin. smg kita diberi taufik dan hidayah selalu.
Makasih mba, semoga hati kita juga legaaaa dan bersih...:)
Makasih sudah berkunjung kesini
Post a Comment